Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai perbedaan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Hal ini juga sejalan dengan Pemblokiran SE Lingkup Privat seperti Paypal dan Steam yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang menjadi trending topic sejak akhir Juli 2022 lalu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor, menegaskan bahwa terminologi PSE yang diatur oleh Kominfo berbeda dengan terminologi PMSE yang diatur oleh Kementerian Keuangan. Dijelaskan bahwa PSE adalah penyelenggara yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik kepada pengguna sistem elektronik. Sedangkan PMSE adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Terkait PMSE, Kementerian Keuangan secara langsung mengatur Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas PMSE terhadap pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri ke Indonesia dengan batasan tertentu. Dasar hukum dari PMSE yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022. Sedangkan PSE diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan Perubahannya.
PSE tidak dapat menjadi pemungut PPN PMSE apabila tidak menjual produk luar negeri kepada konsumen di Indonesia. PSE ditunjuk sebagai PMSE jika transaksinya memenuhi batas minimal yaitu nilai transaksi melebihi Rp600 Juta setahun atau traffic melebihi 12.000 setahun.
Neilmaldrin Noor juga memberikan pernyataan bahwa Dirjen Pajak tidak pernah menyatakan soal penertiban PSE oleh Kominfo akan mengganggu penerimaan pajak, melainkan komunikasi dengan Kominfo sebagai bentuk koordinasi antarinstansi.
Neilmadrin Noor menginformasikan bahwa hingga akhir Juli 2022, jumlah penyelenggara PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN ada 121 perusahaan dengan nilai PPN yang disetor selama tahun 2022 sebanyak Rp3,02 triliun. Neilmadrin Noor juga mengharapkan agar masyarakat tidak menjadikan isu ini sebagai alat untuk menciptakan kericuhan “Mohon kepada seluruh masyarakat memahami konteks perbedaan kedua hal tersebut dan tidak menjadikan isu tersebut sebagai alat yang dapat menambah kegaduhan di masyarakat,” tutupnya.